Minggu, 02 November 2014

Kekerasan Terhadap Anak (SoftSkill)



Kekerasan Terhadap Anak


Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional, atau pengabaian terhadap anak. Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mendefinisikan penganiayaan anak sebagai setiap tindakan atau serangkaian tindakan oleh wali ataupun kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya, yang dapat membahayakan, berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak. Sebagian besar kekerasan terhadap anak terjadi di rumah anak itu sendiri dan dalam jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, di lingkungan atau organisasi tempat anak berinteraksi.
Yurisdiksi yang berbeda telah mengembangkan definisi mereka sendiri tentang apa yang merupakan pelecehan anak untuk tujuan melepaskan anak dari keluarganya dan/atau penuntutan terhadap suatu tuntutan pidana. Menurut Journal of Child Abuse and Neglect, penganiayaan terhadap anak adalah “setiap tindakan terbaru atau kegagalan untuk bertindak pada bagian dari orang tua atau pengasuh yang menyebabkan kematian, kerusakan fisik serius atau emosional yang membahayakan, pelecehan seksual atau eksploitasi, tindakan atau kegagalan tindakan yang menyajikan risiko besar akan bahaya yang serius”. Seseorang yang merasa perlu untuk melakukan kekerasan terhadap anak atau mengabaikan anak sekarang mungkin dapat digambarkan sebagai “pedopath”

Ada empat kategori utama tindak kekerasan terhadap anak :
1.     Pengabaian atau Penelantaran
Penelantaran anak adalah dimana orang dewasa yang bertanggung jawab gagal untuk menyediakan kebutuhan yang memadai untuk berbagai keperluan, termasuk fisik (kegagalan untuk menyediakan makanan yang cukup, pakaian, atau kebersihan), emosional (kegagalan untuk memberikan pengasuhan atau kasih sayang), pendidikan (kegagalan untuk mendaftarkan anak di sekolah) , atau medis (kegagalan untuk mengobati anak atau membawa anak ke dokter).
·         Contoh Kasus : Vira (24 thn), memiliki anak tak lama setelah menikah. Ia merasa menjadi tawanan yang tidak bebas lagi berkumpul dengan teman-temannya. Dia merasakan bahwa kebebasannya terampas dan menganggap bahwa kehidupan nyata tidak seperti romantisme yang dia bayangkan. Maka pengasuhan bayi sepenuhnya diserahkan pada baby-sitter. Vira sendiri selalu pulang tepat sebelum suaminya tiba di rumah, seolah seharian mengurus anak. Padahal tidur, mandi, makan, susu, bahkan uang belanja harian dan bulanan, diserahkan sepenuhnya pada baby-sitter.
·          Dampak emosi : Secara alami, anak memilih ibu untuk melekat. Disekap, disentuh, dibelai dan dipeluk adalah kebutuhan utama bayi. Dari pengalaman ini bayi menumbuhkan cinta di hati, membangun rasa percaya di dalam diri dan terhadap orang lain, dan yang utama adalah tumbuhnya rasa aman. Itu sebabnya anak-anak dengan riwayat diabaikan, berisiko mengalami masalah-masalah emosi bahkan kejiwaan seperti mudah cemas, depresi, sulit percaya pada orang lain dan merasa tidak aman.

Penelitian Dante Cicchetti, ahli psikopatologi dari University of Minessota (AS) menyebutkan bahwa 80% bayi yang ditelantarkan menunjukkan perilaku kelekatan yang tidak jelas. Di usia muda anak menolak dan melawan pengasuhnya, bingung, gelisah, atau cemas. Di usia 6 tahun, anak tidak bertingkah laku layaknya anak, ia ingin mendapat perhatian dengan cara melayani orang tuanya.
·         Dampak fisik : Asupan gizi yang tidak memadai.
·         Orang tua diharapkan : Konsultasi pada psikolog untuk mengkaji kembali perkawinannya dan untuk apa mempunyai anak, serta mengubah pola pikir.
·         Bantuan untuk anak oleh orang dewasa lain: Periksakan anak ke dokter untuk mengetahui tumbuh-kembangnya serta status gizinya. Penuhi kebutuhan anak untuk menumbuhkan rasa percaya dan rasa aman serta ajak anak bermain dan penuhi kebutuhan emosinya seperti diajak bicara atau dibelai, namun tetap mempertahankan sikap konsisten, tidak cepat marah dan tidak memberi penilaian negatif pada sikap anak.
2.     Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah agresi fisik yang diarahkan pada seorang anak oleh orang dewasa. Hal ini dapat melibatkan meninju, memukul, menendang, mendorong, menampar, membakar, membuat memar, menarik telinga atau rambut, menusuk, membuat tersedak atau mengguncang seorang anak. Kekerasan fisik kerap kali tidak ada batas jelas antara menyiksa dan mendisiplinkan.
            Guncangan terhadap seorang anak dapat menyebabkan sindrom guncangan bayi yang dapat mengakibatkan tekanan intrakranial, pembengkakan otak, cedera difus aksonal, dan kekurangan oksigen yang mengarah ke pola seperti gagal tumbuh, muntah, lesu, kejang, pembengkakan atau penegangan ubun-ubun, perubahan pada pernapasan, dan pupil melebar. Transmisi racun pada anak melalui ibunya (seperti dengan sindrom alkohol janin) juga dapat dianggap penganiayaan fisik dalam beberapa wilayah yurisdiksi.
            Sebagian besar negara dengan hukum kekerasan terhadap anak mempertimbangkan penderitaan dari luka fisik atau tindakan yang menempatkan anak dalam risiko yang jelas dari cedera serius atau kematian tidak sah. Di luar ini, ada cukup banyak variasi. Perbedaan antara disiplin anak dan tindak kekerasan sering kurang didefinisikan. Budaya norma tentang apa yang merupakan tindak kekerasan sangat bervariasi : kalangan profesional serta masyarakat yang lebih luas tidak setuju pada apa yang disebut merupakan perilaku kekerasan.
            Beberapa profesional yang bertugas di bidang manusia mengklaim bahwa norma-norma budaya yang berhubungan dengan sanksi hukuman fisik adalah salah satu penyebab kekerasan terhadap anak dan mereka telah melakukan kampanye untuk mendefinisikan kembali norma-norma tersebut.
            Namun penggunaan tindak kekerasan apapun terhadap anak-anak sebagai tindakan disiplin adalah ilegal di 24 negara di seluruh dunia, akan tetapi lazim dan diterima secara sosial di banyak negara lainnya. Padahal anak-anak yang mengalami kekerasan fisik cenderung mengalami patah tulang terutama patah tulang rusukdan mungkin memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker.
·         Contoh Kasus : Yani (30 thn) sering menghukum kenakalan anaknya yang berusia 5 tahun. Bentuk kenakalan itu antara lain, menuang sabun di kamar mandi, tak mau makan, mengotori jemuran dan menganggu adik. Menurut penuturannya, jika anaknya nakal di kamar mandi, maka dia pukul pakai gayung. Jika tak mau makan, maka dia pukul pakai sendok atau piring. Dan jika menggangu adiknya, maka dia pukul pakai mainannya. Menurut dia, anak harus dihukum supaya jera dan tidak mengulangi perbuatan yang dilarang karena dia tak ingin disalahkan suaminya dengan predikat tak mampu mendidik anak.
·         Dampak emosi : Merasa terancam, tertekan, gelisah dan cemas. Membangun pemahaman bahwa memukul dibenarkan untuk memberi disiplin. Di usia dewasa, anak akan menggunakan pendekatan kekerasan untuk mendisiplinkan anak.
·         Dampak fisik : Memar, luka, patah tulang terutama di daerah rusuk dan gangguan-gangguan di bagian tubuh lain seperti kepala, perut, pinggul, kelak di usia selanjutnya.
·         Orang tua diharapkan : Konsultasi pada psikologi untuk latihan mengelola emosi, menggali masalah suami isteri yang tidak selesai dan mempelajarai perkembangan anak. Mengajak anak ke dokter untuk memeriksakan kondisi fisik dan memahami perkembangan anak. Di usia 5 hingga 8 tahun, anak sedang berada pada tahap ingin menunjukkan kemampuan, mereka ingin berkreasi. Tidak semua tindakan anak merupakan kenakalan, mereka tidak tahu bahwa tingkah lakunya salah atau kurang tepat.
·         Bantuan untuk anak : Pemeriksaan psikologis oleh psikolog untuk mengetahui gangguan emosi yang dialaminya dan mendapat terapi yang sesuai. Tumbuhkan kembali rasa percaya diri anak. Terimalah apa yang mereka lakukan dengan tidak lupa memberitahu tindakan apa yang seharusnya dilakukan. Bila orang tua bukan pelaku kekerasan, yakinkan anak bahwa ia sangat dicintai.
3.   Pelecehan Seksual 
Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang dewasa atau remaja yang lebih tua terhadap seorang anak untuk mendapatkan stimulasi seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), paparan senonoh dari alat kelamin kepada anak, menampilkan pornografi kepada anak, kontak seksual yang sebenarnya terhadap anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak, melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik, atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.
            Pengaruh pelecehan seksual anak termasuk rasa bersalah dan menyalahkan diri, kenangan buruk, mimpi buruk, imsomnia, takut hal yang berhubungan dengan pelecehan (termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter, dll), masalah harga diri, disfungsi seksual, sakit kronis , kecanduan, melukai diri sendiri, keinginan bunuh diri, keluhan somatik, depresi, gangguan stres pasca trauma, kecemasan, penyakit mental lainnya termasuk gangguan kepribadian  dan gangguan identitas disosiatif, kecenderungan untuk mengulangi tindakan kekerasan setelah dewasa, bulimia nervosa, dan cedera fisik pada anak di antara masalah-masalah lainnya.
            Sekitar 15% sampai 25% wanita dan 5% sampai 15% pria yang mengalami pelecehan seksual ketika mereka masih anak-anak. Kebanyakan pelaku pelecehan seksual adalah orang yang kenal dengan korban mereka; sekitar 30% adalah keluarga dari anak, paling sering adalah saudara, ayah, ibu, paman atau sepupu, sekitar 60% adalah kenalan teman lain seperti keluarga, pengasuh anak, atau tetangga; orang asing yang melakukan pelanggar hanya sekitar 10% dari kasus pelecehan seksual anak
·         Contoh Kasus : Aditya, seorang pemuda belasan tahun yang ketahuan mengoleksi film porno di kamarnya dimana hampir seluruhnya berisi adegan seksual antara pria dengan pria. Dari psikolog, diperoleh jawaban sewaktu Aditya masih SD, ia mengalami perbuatan tak senonoh dari satpam penjaga rumah. Adit tak berani melapor karena  ia diancam .
·         Dampak emosi : Cemas, depresi, dan trauma
·         Dampak fisik : Cedera fisik, perubahan fisik dan perkembangan otak.
·         Orang tua diharapkan : Biasakan bersikap terbuka terhadap anak dan menghargai kejujuran anak agar anak tidak takut bersikap terbuka. Yakinkan anak bahwa tak ada rahasia yang harus mereka sembunyikan dan minta anak selalu menceritakan pengalamannya serta peka pada perubahan yang terjadi pada anak.
·         Bantuan untuk anak : Melakukan pemeriksaan untuk menanggulangi masalah fisik. Ajaklah anak berkonsultasi pada psikolog untuk mengetahui gangguan emosi yang dialami anak dan dilakukan terapi yang sesuai serta jauhkan anak dari pelaku sehingga bisa menciptakan rasa aman bagi anak.
       4.  Pelecehan Emosional/Psikologis
Dari semua kemungkinan bentuk pelecehan, pelecehan emosional adalah yang paling sulit untuk didefinisikan. Itu bisa termasuk nama panggilan, ejekan, degradasi, perusakan harta benda, penyiksaan atau perusakan terhadap hewan peliharaan, kritik yang berlebihan, tuntutan yang tidak pantas atau berlebihan, pemutusan komunikasi, dan pelabelan sehari-hari atau penghinaan.
            Korban kekerasan emosional dapat bereaksi dengan menjauhkan diri dari pelaku, internalisasi kata-kata kasar atau dengan menghina kembali pelaku penghinaan. Kekerasan emosional dapat mengakibatkan gangguan kasih sayang yang abnormal atau terganggu, kecenderungan korban menyalahkan diri sendiri untuk pelecehan tersebut, belajar untuk tak berdaya, dan terlalu bersikap pasif.
·         Contoh Kasus : Ayu (29 thn), sangat kreatif dalam menakut-nakuti Bisma (4 thn). Misalnya dengan mengatakan jangan main di kamar mandi, nanti digigit kecoa; jangan keluar rumah sendirian, nanti diculik hantu blau; ayo cepat tidur, nanti tokeknya datang menggigit kamu, dsb.
·         Dampak :  Masa kanak-kanak adalah masanya meniru dan mulai tertanamnya norma-norma yang akan dia ikuti. Kata-kata dan perilaku kasar yang diterimanya, akan ditirunya. Anak tidak lagi mengetahui mana tingkah laku yang tepat. Demikian pula pemberian label akan tetap tertanam dalam dirinya, dan dapat menyebabkan ia memiliki konsep diri bahwa ia adalah anak seperti apa yang dikatakan orang padanya. Selain itu timbul perasaan terancam, ketakutan, bersalah, rendah diri karena terkikis harga dirinya.
·         Bantuan untuk anak : Bila terjadi di sekolah, bicarakan dengan kepala sekolah tentang sikap guru terhadap murid. Sementara itu orang tua harus meyakinkan anak bahwa ia sangat dicintai. Yang paling penting orangtua atau orang dewasa lain di sekitar anak tidak lagi berlaku kasar padanya dan tunjukkan hal positif. Bila ia melakukan sesuatu yang baik berikan pujian secukupnya. Ajak anak ke psikolog untuk pemeriksaan psikologis dan mendapat terapi yang sesuai.

Menurut Komite Nasional (Amerika) untuk Tindak Pencegahan Kekerasan pada Anak, pada tahun 1997 pengabaian mewakili 54% kasus kekerasan terhadap anak yang terkonfirmasi, kekerasan fisik 22%, pelecehan seksual 8%, kekerasan emosional 4% dan bentuk kekerasan lainnya sebesar 12%.
Sebuah kematian akibat kekerasan terhadap anak adalah ketika kematian anak adalah hasil dari kekerasan atau kelalaian, atau bila kekerasan dan/atau pengabaian menjadi faktor yang berkontribusi untuk kematian anak. Kekerasan pada anak merupakan fenomena yang kompleks dengan penyebab yang bermacam-macam.Memahami penyebab kekerasan sangat penting untuk mengatasi masalah kekerasan terhadap anak. Ada asosiasi kuat antara paparan penganiayaan anak-anak dalam segala bentuk dan tingkat yang lebih tinggi dari kondisi kronis.


Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan (SoftSkill)



MASYARAKAT PERKOTAAN dan MASYARAKAT PEDESAAN

PENGERTIAN MASYARAKAT
Masyarakat dapat mempunyai arti yang luas dan sempit. Dalam arti luas masyarakat adalah ekseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata lain kebulatan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya territorial, bangsa, golongan dan sebagainya.

MASYARAKAT PEDESAAN
Masyarakat pedesaan selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. Masyarakat pedesaan juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yagn amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
  1. Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
  2. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
  3. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
  4. Masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata pencaharian, agama, adapt istiadat, dan sebagainya
Didalam masyarakat pedesaan kita mengenal berbagai macam gejala, khususnya tentang perbedaan pendapat atau paham yang sebenarnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan –ketegangan sosial. Gejala-gejala sosial yang sering diistilahkan dengan :
-                  konflik
-                  kontraversi
-                  kompetisi
MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta cirri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberap ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu :
  1. kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa
  2. orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. Di kota – kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan , sebab perbedaan kepentingan paham politik , perbedaan agama dan sebagainya .
  3. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan , menyebabkan bahwa interaksi – interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada factor kepentingan daripada factor pribadi.
  4. pembagian kerja di antra warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata
  5. kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa
  6. interaksi yang terjai lebih banyak terjadi berdasarkan pada factor kepentingan daripaa factor pribadi
  7. pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu
  8. perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.

PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN
  1. Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam, Masyarakat perdesaan berhubungan kuat dengan alam, karena lokasi geografisnyadi daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
  2. Pekerjaan atau Mata Pencaharian, Pada umumnya mata pencaharian di dearah perdesaan adalah bertani tapi tak sedikit juga yg bermata pencaharian berdagang, sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha.
  3. Ukuran Komunitas, Komunitas perdesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
  4. Kepadatan Penduduk, Penduduk desa kepadatannya lbih rendah bila dibandingkan dgn kepadatan penduduk kota,kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dgn klasifikasi dari kota itu sendiri.
  5. Homogenitas dan Heterogenitas, Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku nampak pada masyarakat perdesa bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang dgn macam-macam perilaku, dan juga bahasa, penduduk di kota lebih heterogen.
  6. Diferensiasi Sosial, Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yg tinggi di dlm diferensiasi Sosial.
  7. Pelapisan Sosial, Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam bentuk “piramida terbalik” yaitu kelas-kelas yg tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada diantara kedua tingkat kelas ekstrem dari masyarakat.
Ada beberapa perbedaan pelapisan sosial yang tak resmi antara masyarakat desa dan kota:
·         Pada masyarakat kota aspek kehidupannya lebih banyak system pelapisannya dibandingkan dengandi desa.
  • Pada masyarakat desa kesenjangan antara kelas eksterm dalam piramida sosial tidak terlalu besar dan sebaliknya.
  • Masyarakat perdesaan cenderung pada kelas tengah.
  • Ketentuan kasta dan contoh perilaku.
a.      Mobilitas Sosial.
Mobilitas berkaitan dgn perpindahan yg disebabkan oleh pendidikan kota yg heterogen, terkonsentrasinya kelembagaan-kelembagaan.
  • Banyak penduduk yg pindah kamar atau rumah
  • Waktu yg tersedia bagi penduduk kota untuk bepergian per satuan
  • Bepergian setiap hari di dalam atau di luar
  • Waktu luang di kota lbih sedikit dibandingkan di daerah perdesaan Interaksi Sosial.
  • Masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya
  • Dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif maupun secara kualitatif
b.      Pengawasan Sosial
Di kota pengawasan lebih bersifat formal, pribadi dan peraturan lebih menyangkut masalah pelanggaran
c.       Pola Kepemimpinan
Menentukan kepemimpinan di daerah perdesaan cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individu dibandingkan dengan kota
d.      Standar Kehidupan
Di kota tersedia dan ada kesanggupan dalam menyediakan kebutuhan tersebut, di desa tidak demikian
e.       Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial pada masyarakat perdesaan dan perkotaan banyak ditentukan oleh masingmasing faktor yang berbeda
f.       Nilai dan Sistem Nilai
Nilai dan system nilai di desa dengan di kota berbeda dan dapat diamati dalam kebiasaan, cara dan norma yang berlaku
g.      Hubungan desa dan kota
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan terdapat hubungan uang erat, bersifat ketergantungan, karena saling membutuhkan Kota tergantung desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan, desa juga merupakan tenaga kasar pada jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota.
sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yg juga diperlukan oleh orang desa, kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa yg dibutuhkan oleh orang desa.

ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial , ekonomi , kebudayaan dan politik . Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen – komponen yang memebentuk struktur kota tersebut . Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut.
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan , seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
·         Wisma : Untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya.
·         Karya : Untuk penyediaan lapangan kerja.
·         Marga : Untuk pengembangan jaringan jalan dan telekomunikasi.
·         Suka : Untuk fasilitas hiburan, rekreasi, kebudayaan, dan kesenian.
·         Penyempurnaan : Untuk fasilitas keagamaan, perkuburan, pendidikan, dan utilitas umum.
Untuk itu semua , maka fungsi dan tugas aparatur pemerintah kota harus ditingkatkan :
a)      Aparatur kota harus dapat menangani berbagai masalah yang timbul di kota. Untuk itu maka pengetahuan tentang administrasi kota dan perencanaan kota harus dimilikinya .
b)      Kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan dan pengaturan tata kota harus dikerjakan dengan cepat dan tepat , agar tidak disusul dengan masalah lainnya ;
c)      Masalah keamanan kota harus dapat ditangani dengan baik sebab kalau tidak , maka kegelisahan penduduk akan menimbulkan masalah baru ;
d)     Dalam rangka pemekaran kota , harus ditingkatkan kerjasama yang baik antara para pemimpin di kota dengan para pemimpin di tingkat kabupaten tetapi juga dapat bermanfaat bagi wilayah kabupaten dan sekitarnya .

Oleh karena itu maka kebijaksanaan perencanaan dan mengembangkan kota harus dapat dilihat dalam kerangka pendekatan yang luas yaitu pendekatan regional . Rumusan pengembangan kota seperti itu tergambar dalam pendekatan penanganan masalah kota sebagai berikut :
a.       Menekan angka kelahiran
b.      Mengalihkan pusat pembangunan pabrik (industri) ke pinggiran kota
c.       Membendung urbanisasi
d.      Mendirikan kota satelit dimana pembukaan usaha relatif rendah
e.       Meningkatkan fungsi dan peranan kota – kota kecil atau desa – desa yang telah ada di sekitar kota besar
f.       Transmigrasi bagi warga yang miskin dan tidak mempunyai pekerjaan.